Slamet masuk ke toko obat dan membeli kondom. Dengan riang dia bilang kepada pemilik toko bahwa sebentar lagi dia akan makan malam di rumah pacarnya.
“Bapak kan tahu sendiri, biasanya setelah itu kan ada kelanjutannya”, tambah slamet sambil menyeringai. Satu sachet kondom pun berpindah tangan.
Baru beberapa langkah ke luar toko, dia kembali masuk. “Saya minta satu lagi”, adik pacar saya juga cantik, agak genit pula. Saya rasa dia juga naksir saya. Siapa tahu malam ini saya mujur…”. Kondom kedua berpindah tangan.
Slamet kembali masuk dan minta tambahan satu kondom lagi. “Begini, ibunya juga tak kalah seksi. Penampilannya jauh lebih muda dari usianya. Dan kalau duduk di depan saya, dia selalu menyilangkan kaki. Saya yakin dia juga tak keberatan kalau saya dekati…”.
Dengan berbekal tiga kondom, Slamet datang ke rumah pacarnya sambil tak putus bersiul. Sajian sudah siap. Pacar Slamet, adik dan ibunya sudah menunggu. Slamet pun langsung bergabung.
Mereka menunggu sang ayah. Begitu sang ayah masuk ke ruang makan, Slamet langsung memimpin doa sambil menunduk dalam-dalam. Yang lain-lain ikut menundukkan kepala. Satu menit berlalu. Slamet makin khusuk berdoa.
Dua menit. Slamet terus komat-kamit, cukup panjang untuk sebuah doa sebelum makan. Pada menit keempat, pacarnya menyenggol kakinya dan berbisik, “Saya baru tahu kamu ternyata sangat religius”.
Sambil terus menunduk, Slamet menjawab dengan suara hampir menangis, “Saya juga baru tahu ayah kamu punya toko obat…”
Monday, September 15, 2008
pemuda n toko obat
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment